Seni dan keterampilan membatik di Bumi Aceh sebenarnya sudah ada kira-kira sejak abad ke-13, yaitu pada masa Kesultanan Aceh. dugaan ini diperkuat dengan bukti sejarah, ditemukannya motif-motif batik khas Aceh pada batu nisan Raja-raja Aceh. Motif-motif batik itu juga dapat ditemukan pada ukiran-ukiran Rumah Aceh.
Sudah sejak ratusan tahun masyarakat Aceh mengenal dan mengenakan busana batik. Diduga tradisi membatik itu tumbuh dan berkembang di Aceh sejak kedatangan orang-orang dari Pulau Jawa ke bumi Serambi Mekah ini. Namun, karena konflik dan perang berkepanjangan yang terjadi di Tiongkok yang dibawa oleh Pedagang. Namun, batik ini kurang berkembang karena sangat mahal dan hanya dikenakan pada acara-acara khusus saja. Para pemakaianya juga hanya para Ninik Mamak dan Bundo Kanduang, atau Pemuka Adat. Tradisi membatik ini sempat menghilang pada masa penjajahan belanda.
Seni dan keterampilan membatik mulai berkembang di Padang setelah penduduk Jepang. Pada masa pendudukan jepang, jalur transportasi antara Sumatera dengan pulau Jawa diputus. Akibat blokade itu, persediaan batik di Padang mengalami kelangkaan. Keadaan demikian menyebabkan para pedagang batik yang biasa berhubungan dengan Pulau Jawa berupaya membuat batik sendiri.
Bahan-bahan pewarna yang dipakai kala itu adalah hasil buatan sendiri, yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, berhubungan dengan ajaran-ajaran agama islam yang melarang motif makhluk bernyawa. Pengaruh Islam pada motif Aceh terlihat pada bentuk sulur, garis, dan lekuk-lekuk pada setiap motifnya. Sedangkan warna dominan yang sering digunakan adalah warna-warna cerah seperti merah, merah muda, kuning, hijau, dan sebagainya.
Ragam motif pada batik Aceh mencerminkan kedalaman makna, serta kekayaan alam dan budaya Masyarakat Aceh. Berbagai Motif Aceh menggambarkan kepribadian dan falsafah hidup masyarakat Aceh. Motif Pintu Aceh menunjukkan ukuran tinggi pintu yang rendah, mencerminkan kepribadian masyarakat Aceh yang sangat berhati-hati dengan orang Asing. Motif Tolak Angin menunjukkan banyaknya Ventilasi pada rumah Adat masyarakat Aceh. Motif Rencong menggambarkan senjata khas Aceh sebagai simbol basmalah. Motif Bungong Jeumpa melukiskan keindahan bunga kantil yang banyak terdapat di Aceh. Selain itu, terdapat pula motif Awan Meucanek. Awan Berarak, Pucok Reubong, Gayo, dan sebagainya.
Sudah sejak ratusan tahun masyarakat Aceh mengenal dan mengenakan busana batik. Diduga tradisi membatik itu tumbuh dan berkembang di Aceh sejak kedatangan orang-orang dari Pulau Jawa ke bumi Serambi Mekah ini. Namun, karena konflik dan perang berkepanjangan yang terjadi di Tiongkok yang dibawa oleh Pedagang. Namun, batik ini kurang berkembang karena sangat mahal dan hanya dikenakan pada acara-acara khusus saja. Para pemakaianya juga hanya para Ninik Mamak dan Bundo Kanduang, atau Pemuka Adat. Tradisi membatik ini sempat menghilang pada masa penjajahan belanda.
Seni dan keterampilan membatik mulai berkembang di Padang setelah penduduk Jepang. Pada masa pendudukan jepang, jalur transportasi antara Sumatera dengan pulau Jawa diputus. Akibat blokade itu, persediaan batik di Padang mengalami kelangkaan. Keadaan demikian menyebabkan para pedagang batik yang biasa berhubungan dengan Pulau Jawa berupaya membuat batik sendiri.
Bahan-bahan pewarna yang dipakai kala itu adalah hasil buatan sendiri, yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, berhubungan dengan ajaran-ajaran agama islam yang melarang motif makhluk bernyawa. Pengaruh Islam pada motif Aceh terlihat pada bentuk sulur, garis, dan lekuk-lekuk pada setiap motifnya. Sedangkan warna dominan yang sering digunakan adalah warna-warna cerah seperti merah, merah muda, kuning, hijau, dan sebagainya.
Ragam motif pada batik Aceh mencerminkan kedalaman makna, serta kekayaan alam dan budaya Masyarakat Aceh. Berbagai Motif Aceh menggambarkan kepribadian dan falsafah hidup masyarakat Aceh. Motif Pintu Aceh menunjukkan ukuran tinggi pintu yang rendah, mencerminkan kepribadian masyarakat Aceh yang sangat berhati-hati dengan orang Asing. Motif Tolak Angin menunjukkan banyaknya Ventilasi pada rumah Adat masyarakat Aceh. Motif Rencong menggambarkan senjata khas Aceh sebagai simbol basmalah. Motif Bungong Jeumpa melukiskan keindahan bunga kantil yang banyak terdapat di Aceh. Selain itu, terdapat pula motif Awan Meucanek. Awan Berarak, Pucok Reubong, Gayo, dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar